PERBUATAN DOSA
Setiap hari kita tenggelam dalam
kenikmatan yang dilimpahkan oleh Ar-Rahman.. Sungguh, dalam setiap tarikan napas,
Dari mulai tidur, bangun hingga tidur kembali, ada nikmat yang tiada terputus.
Maka Maha Benar Allah ketika berulang-ulang menegaskan dalam surat Ar-Rahman:
فَبِأَيِّ آلاَءِ رَبِّكُمَا تُكَذِّبَانِ
“Maka nikmat Rabb kalian yang manakah yang kalian berdua
(bangsa jin dan manusia) dustakan?”
Nikmat Allah swt yang berlimpah ini semestinya dihadapi
dengan penuh rasa syukur. Namun sangat disesali, hanya sedikit yang mau
bersyukur:
وَقَلِيْلٌ مِنْ عِبَادِيَ الشَّكُوْرُ
“Dan sedikit sekali dari hamba-hamba-Ku yang mau bersyukur.”
(Saba’: 13)
Kebanyakan kita hobi mengkufuri nikmat Allah swt. Atau malah
mempergunakan nikmat tersebut untuk bermaksiat dan berbuat dosa kepada
Ar-Rahman. Allah swtl memberikan kepada mereka banyak kebaikan namun mereka
membalasnya dengan kejelekan.
Demikianlah tabiat manusia, setiap harinya selalu berbuat
dosa. baik karena tergelincir ataupun sengaja memperturutkan hawa nafsu dan
bisikan setan. Amat buruklah bila tidak segera bertaubat dari dosa-dosa yang
ada dan menutupinya dengan berbuat kebaikan. Karena perbuatan dosa itu memiliki
pengaruh yang sangat jelek bagi hati dan tubuh seseorang.Beberapa di antaranya
bisa kita sebutkan :
1. Terhalang dari ilmu yang haq.
Karena ilmu merupakan
cahaya yang dilemparkan ke dalam hati, sementara maksiat akan memadamkan
cahaya.
Tatkala Al-Imam Asy-Syafi’i belajar kepada Al-Imam Malik,
Al-Imam Malik terkagum-kagum dengan kecerdasan dan kesempurnaan pemahaman
Asy-Syafi’i. Al-Imam Malik pun berpesan pada muridnya ini, “Aku memandang Allah
swt telah memasukkan cahaya ilmu di hatimu. Maka janganlah engkau padamkan
cahaya tersebut dengan kegelapan maksiat.”
2.
Terhalang dari beroleh rizki dan urusannya dipersulit.
Takwa kepada
Allah akan mendatangkan rizki dan memudahkan urusan seorang hamba sebagaimana
firman-Nya:
وَ مَنْ يَّتَّقِ اللهَ يَجْعَلْ لَهُ مَخْرَجًا وَيَرْزُقْهُ
مِنْ حَيْثُ لاَ يَحْتَسِبُ
“Siapa yang bertakwa kepada Allah niscaya Dia akan
mengadakan bagi orang tersebut jalan keluar (dari permasalahannya) dan
memberinya rizki dari arah yang tiada disangka-sangkanya.” (Ath-Thalaq: 2-3)
وَمَنْ يَّتَّقِ اللهَ يَجْعَلْ لَهُ مِنْ أَمْرِهِ يُسْرًا
“Siapa yang bertakwa kepada Allah niscaya Allah menjadikan
baginya kemudahan dalam urusannya.” (Ath-Thalaq: 4)
Meninggalkan takwa berarti akan mendatangkan kefakiran dan
membuat si hamba terbelit urusannya.
3.
Hati terasa jauh dari Allah swt dan merasa asing dengan-Nya.
Sebagaimana jauhnya pelaku maksiat dari orang-orang baik dan
dekatnya dia dengan setan.
5. Menggelapkan hati si hamba sebagaimana
gelapnya malam.
Karena ketaatan adalah cahaya, sedangkan maksiat adalah
kegelapan. Bila kegelapan itu bertambah di dalam hati, akan bertambah pula
kebingungan si hamba. Hingga ia jatuh ke dalam, kesesatan, dan perkara yang
membinasakan tanpa ia sadari. Sebagaimana orang buta yang keluar sendirian di
malam yang gelap dengan berjalan kaki.
6. Maksiat akan melemahkan hati dan tubuh,
karena kekuatan seorang mukmin itu bersumber dari hatinya.
Semakin kuat hatinya
semakin kuat tubuhnya. Adapun orang pendosa, sekalipun badannya tampak kuat,
namun sebenarnya ia selemah-lemah manusia.
7. Maksiat akan ‘memperpendek‘ umur dan
menghilangkan keberkahannya, sementara perbuatan baik akan menambah umur dan
keberkahannya.
8. Satu maksiat akan mengundang maksiat
lainnya.
Sehingga terasa berat bagi si hamba untuk meninggalkan
kemaksiatan. Sebagaimana ucapan sebagian salaf: “Termasuk hukuman perbuatan
jelek adalah pelakunya akan jatuh ke dalam kejelekan yang lain. Dan termasuk
balasan kebaikan adalah kebaikan yang lain.
9. Maksiat akan melemahkan hati dan secara
perlahan akan melemahkan keinginan seorang hamba untuk bertaubat dari maksiat. Hingga pada akhirnya keinginan taubat
tersebut hilang sama sekali.
10 Orang yang sering berbuat dosa dan
maksiat, hatinya tidak lagi merasakan jeleknya perbuatan dosa.
Malah berbuat dosa
telah menjadi kebiasaan. Dia tidak lagi peduli dengan pandangan manusia dan
acuh dengan ucapan mereka. Bahkan ia bangga dengan maksiat yang dilakukannya.
11.
Setiap maksiat yang dilakukan di muka bumi ini merupakan warisan dari umat
terdahulu yang telah dibinasakan oleh Allah Swt.
Perbuatan homoseksual adalah warisan kaum Luth.Mengambil hak
sendiri lebih dari yang semestinya dan memberi hak orang lain dengan menguranginya,
adalah warisan kaum Syu’aib.Berlaku sombong di muka bumi dan membuat kerusakan
adalah warisan dari kaum Fir’aun.Sombong dan tinggi hati adalah warisan kaum
Hud.
12. Maksiat merupakan sebab dihinakannya
seorang hamba oleh Rabbnya.
Bila Allah l telah menghinakan seorang hamba maka tak ada
seorang pun yang akan memuliakannya.
“Siapa yang dihinakan Allah niscaya tak ada seorang pun yang
akan memuliakannya.” (Al-Hajj: 18)
13. Bila seorang hamba terus menerus
berbuat dosa, pada akhirnya ia akan meremehkan dosa tersebut dan menganggapnya
kecil.
Ini merupakan tanda
kebinasaan seorang hamba. Karena bila suatu dosa dianggap kecil maka akan
semakin besar di sisi Allah l.
“Seorang mukmin memandang dosa-dosanya seakan-akan ia duduk
di bawah sebuah gunung yang ditakutkan akan jatuh menimpanya. Sementara seorang
pendosa memandang dosa-dosanya seperti seekor lalat yang lewat di atas
hidungnya, ia cukup mengibaskan tangan untuk mengusir lalat tersebut.”
14. Maksiat akan merusak akal.
Karena akal memiliki cahaya, sementara maksiat pasti akan
memadamkan cahaya akal. Bila cahayanya telah padam, akal menjadi lemah dan
kurang.
15. Bila dosa telah menumpuk, hatipun akan
tertutup dan mati.
Hingga ia termasuk orang-orang yang lalai. Allah swt berfirman:
“Sekali-kali tidak (demikian), sebenarnya apa yang selalu
mereka usahakan itu menutup hati mereka.” (Al-Muthaffifin: 14)
16.
Maksiat membuat kita berjarak dengan Allah.
Diriwayatkan ada seorang laki-laki yang mengeluh kepada
seorang arif tentang kesunyian jiwanya. Sang arif berpesan, “Jika kegersangan
hatimu akibat dosa-dosa, maka tinggalkanlah perbuatan dosa itu. Dalam hati
kita, tak ada perkara yang lebih pahit daripada kegersangan dosa di atas dosa.”
17. Kita akan punya jarak dengan orang-orang
baik.
Semakin banyak dan semakin berat maksiat yang kita lakukan,
akan semakin jauh pula jarak kita dengan orang-orang baik. Sungguh jiwa kita
akan kesepian. Sunyi. Dan jiwa kita yang gersang tanpa sentuhan orang-orang
baik itu, akan berdampak pada hubungan kita dengan keluarga, istri, anak-anak,
dan bahkan hati nuraninya sendiri.
18.
Maksiat membuat sulit semua urusan kita
Jika ketakwaan dapat memudahkan segala urusan, maka
kemaksiatan akan mempesulit segala urusan pelakunya. Ketaatan adalah cahaya,
sedangkan maksiat adalah gelap gulita. Ibnu Abbas r.a. berkata, “Sesungguhnya
perbuatan baik itu mendatangkan kecerahan pada wajah dan cahaya pada hati,
kekuatan badan dan kecintaan. Sebaliknya, perbuatan buruk itu mengundang
ketidakceriaan pada raut muka, kegelapan di dalam kubur dan di hati, kelemahan
badan, susutnya rezeki dan kebencian makhluk.”
19. Maksiat melemahkan hati dan badan
Kekuatan seorang mukmin terpancar dari kekuatan hatinya. Jika
hatinya kuat, maka kuatlah badannya. Tapi pelaku maksiat, meskipun badannya
kuat, sesungguhnya dia sangat lemah. Tidak ada kekuatan dalam dirinya.
Wahai Saudaraku, lihatlah bagaimana menyatunya kekuatan
fisik dan hati kaum muslimin pada diri generasi pertama. Para sahabat berhasil
mengalahkan kekuatan fisik tentara bangsa Persia dan Romawi padahal para
sahabat berperang dalam keadaan berpuasa!
20.
Terhalang untuk taat
Orang yang melakukan dosa dan maksiat cenderung untuk tidak
taat. Orang yang berbuat maksiat seperti orang yang satu kali makan, tetapi
mengalami sakit berkepanjangan. Sakit itu menghalanginya dari memakan makanan
lain yang lebih baik. Begitulah. Jika kita hobi berbuat masiat, kita akan
terhalang untuk berbuat taat.
21.
Memperpendek umur dan menghapus keberkahan
Pada dasarnya, umur manusia dihitung dari masa hidupnya.
Padahal, tidak ada kehidupan kecuali jika hidup itu dihabiskan untuk ketaatan,
ibadah, cinta, dan dzikir kepada Allah serta mencari keridhaan-Nya.
Jika usia kita saat ini 17 tahun. 7 tahun kita warnai dengan
maksiat. Dalam kacamata iman, usia kita tak lebih hanya 10 tahun saja. Yang 7
tahun adalah kesia-siaan dan tidak memberi berkah sedikitpun. Inilah maksud
pendeknya umur pelaku maksiat.
Sementara, Imam Nawawi yang hanya diberi usia 30 tahun oleh
Allah swt. Usianya begitu panjang. Sebab, hidupnya meski pendek namun berkah.
Kitab Riyadhush Shalihin dan Hadits Arbain yang ditulisnya memberinya
keberkahan dan usia yang panjang, sebab dibaca oleh manusia dari generasi ke
generasi hingga saat ini dan mungkin generasi yang akan datang.
22. Menumbuhkan maksiat lain
Seorang ulama salaf berkata, jika seorang hamba melakukan
kebaikan, maka hal tersebut akan mendorongnya untuk melakukan kebaikan yang
lain dan seterusnya. Dan jika seorang hamba melakukan keburukan, maka dia pun
akan cenderung untuk melakukan keburukan yang lain sehingga keburukan itu
menjadi kebiasaan bagi pelakunya.
Karena itu, hati-hatilah sobat. Jangan sekali-kali mencoba
berbuat maksiat. Kalian akan ketagihan dan tidak bisa lagi berhenti jika sudah
jadi kebiasaan!
23.
Menimbulkan kehinaan dan mewariskan kerendahan
Kehinaan itu tidak lain adalah akibat perbuatan maksiat
kepada Allah sehingga Allah pun menghinakannya. “Dan barangsiapa yang dihinakan
Allah, maka tidak seorang pun yang memuliakannya. Sesungguhnya Allah berbuat
apa yang Dia kehendaki.” (Al-Hajj:18). Sedangkan kemaksiatan itu akan
melahirkan kehinadinaan. Karena, kemuliaan itu hanya akan muncul dari ketaatan
kepada Allah swt. “Barang siapa yang menghendaki kemuliaan, maka bagi Allah-lah
kemuliaan itu….” (Al-Faathir:10). Seorang Salaf pernah berdoa, “Ya Allah,
anugerahilah aku kemuliaan melalui ketaatan kepada-Mu; dan janganlah Engkau
hina-dinakan aku karena aku bermaksiat kepada-Mu.”
24
Maksiat merusak akal kita
Tidak mungkin akal yang sehat lebih mendahulukan hal-hal
yang hina. Ulama berkata, seandainya seseorang itu masih berakal sehat, akal
sehatnya itu akan mencegahnya dari kemaksiatan kepada Allah. Dia akan berada
dalam genggaman Allah, sementara malaikat menyaksikan, dan nasihat Al-Qur’an
pun mencegahnya, begitu pula dengan nasihat keimanan. Tidaklah seseorang
melakukan maksiat, kecuali akalnya telah hilang!
25.
Maksiat menutup hati.
Allah berfirman, “Sekali-kali tidak (demikian), sebenarnya
apa yang selalu mereka usahakan itu menutup hati mereka.” (Al-Muthaffifiin:14).
Imam Hasan mengatakan hal itu sebagai dosa yang berlapis dosa. Ketika dosa dan
maksiat telah menumpuk, maka hatinya pun telah tertutup.
26.
Mendapat laknat Rasulullah saw.
Sobatku sekalian, Rasulullah saw. melaknat perbuatan maksiat
seperti mengubah petunjuk jalan, padahal petunjuk jalan itu sangat penting (HR
Bukhari); melakukan perbuatan homoseksual (HR Muslim); menyerupai laki-laki
bagi wanita dan menyerupai wanita bagi laki-laki; mengadakan praktik
suap-manyuap (HR Tarmidzi), dan sebagainya.
27.
Menghalangi syafaat Rasulullah dan Malaikat.
Kecuali, bagi mereka yang bertobat dan kembali kepada jalan
yang lurus. Allah swt. berfirman, “(Malaikat-malaikat) yang memikul ‘Arsy dan
malaikat yang berada di sekelilingnya bertasbih memuji Tuhannya dan mereka
beriman kepada-Nya serta memintakan ampun bagi orang-orang yang beriman seraya
mengucapkan: ‘Ya Tuhan kami, rahmat dan ilmu Engkau meliputi segala sesuatu,
maka berilah ampunan kepada orang-orang yang bertobat dan mengikuti jalan
Engkau dan peliharalah mereka dari siksaan neraka yang menyla-nyala. Ya Tuhan
kami, dan masukkanlah mereka ke dalam surga ‘Adn yang telah Engkau janjikan
kepada mereka dan orang-orang yang shalih d iantara bapak-bapak mereka,
istri-istri mereka, dan keturunan mereka semua. Sesungguhnya Engkaulah Yang
Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana. Dan peliharalah mereka dari (balasan)
kejahatan.” (Al-Mukmin: 7-9)
28.
Maksiat yang kita lakukan adalah bentuk meremehkan Allah.
Jika kita melakukan maksiat, disadari atau tidak, rasa untuk
mengagungkan Allah perlahan-lahan lenyap dari hati kita. Ketika kita
bermaksiat, kita sadari atau tidak, kita telah menganggap remeh adzab Allah.
Kita mengacuhkan bahwa Allah Maha Melihat segala perbuatan kita. Sungguh ini
kedurhakaan yang luar biasa!
29.
Memalingkan perhatian Allah atas diri kita.
Allah akan membiarkan orang yang terus-menerus berbuat
maksiat berteman dengan setan. Allah berfirman, “Dan janganlah kamu seperti
orang-orang yang lupa kepada Allah, lalu Allah menjadikan mereka lupa kepada
diri mereka sendiri. Mereka itulah orang-orang yang fasik.” (Al-Hasyir: 19)
30.
Melenyapkan nikmat dan mendatangkan azab.
Allah berfirman, “Dan apa saja musibah yang menimpa kamu,
maka adalah disebabkan oleh perbuatan tanganmu sendiri dan Allah memaafkan
sebagian besar (dari kesalahan-kesalahanmu).” (Asy-Syura: 30)
Ali r.a. berkata, “Tidaklah turun bencana melainkan karena
dosa. Dan tidaklah bencana lenyap melainkan karena tobat.” Karena itu, bukankah
sekarang waktunya bagi kita untuk segera bertobat dan berhenti dari segala
maksiat yang kita lakukan?
Dan akibat yang terakhir, yang kedua puluh dua, maksiat
memalingkan diri kita dari sikap istiqamah.
Kita hidup di dunia ini sebenarnya bagaikan seorang
pedagang. Dan pedagang yang cerdik tentu akan menjual barangnya kepada pembeli
yang sanggup membayar dengan harga tinggi. Saudaraku, siapakah yang sanggup
membeli diri kita dengan harga tinggi selain Allah? Allah-lah yang mampu
membeli diri kita dengan bayaran kehidupan surga yang abadi. Jika seseorang
menjual dirinya dengan imbalan kehidupan dunia yang fana, sungguh ia telah
tertipu!
31.Dengan
maksiat
setan akan merasa dibantu oleh manusia dalam memerangi diri manusia itu sendiri.
Setan akan sangat senang dengan kemaksiatan
yang dilakukan manusia karena ia dipermudah dalam melakukan “tugas”nya
menyesatkan manusia.
32. Maksiat menyebabkan seseorang
merasa minder dan takut, suatu perasaan yang tidak dirasakan oleh orang yang
tidak berbuat dosa dan maksiat.
Pelaku maksiat akan merasakan was-was dalam
melaksanakan aktivitas karena ia dibayang-bayangi
oleh perasaan dosa dan bersalah.
33.Maksiat yang sedemikian banyak
menyebabkan hati terpatri dan pelakunya menjadi orang-orang yang tidak sadar
bahwa ia melakukan keburukan. Sensitivitasnya terhadap dosa dan maksiat menghilang.
”Sekali-kali tidak (demikian),
sebenarnya apa yang selalu mereka usahakan itu menutup hati mereka” (Al
Muthaffifin: 14).
34. Maksiat juga menyebabkan hilangnya
ketajaman hati.
Akibat sensitivitasnya hilang, kemaksiatan dipandang hal yang biasa dan wajar.
Hati menjadi kebal dari rasa bersalah, karena menganggap kecil dan remeh
kemaksiatan yang mereka lakukan. Benarlah ungkapan yang menyatakan bahwa
kemaksiatan dapat menumbuhkan kemaksiatan yang sama, dan sebagian kemaksiatan
bisa melahirkan kemaksiatan yang lain.
Ibnu Abbas berkata, ”Sesungguhnya
kebaikan itu penyebab wajah bercahaya, hati bersinar, rezeki dilapangkan, dan
dicintai oleh semua makhluk. Dan sesungguhnya kemaksiatan penyebab wajah hitam,
hati gelap gulita, rezeki sempit, dan dibenci oleh semua makhluk.”
35, Kemaksiatan dapat melemahkan
perjalanan hati menuju kepada Allah dan perkampungan akhirat.
Kemaksiatan berakibat kerinduan untuk bertemu
dengan Allah dan kesiapan diri untuk menyambut perkampungan akhirat, semakin
sirna, dan berubah menjadi ketakutan yang mencekam. Mereka tidak siap berjumpa
dengan Allah dan kampung akhirat karena merasa banyak dosa.
36. Melakukan maksiat semua urusannya
akan menemui banyak hambatan, ”Sesungguhnya ketika
aku bermaksiat kepada Allah, maka kutemukan hal yang demikian ini pada binatang
(kendaraan) dan istriku.”
37.Kemaksiatan
membuat perasaan rendah diri dalam berinteraksi antarmanusia, terutama dengan
orang-orang yang saleh.
Abu Darda berkata, ”Hendaklah seorang di antara kamu berhati-hati jangan sampai
dirinya dikutuk oleh hati orang-orang beriman, padahal ia tidak menyadarinya.”
38. Kemaksiatan mampu menjatuhkan
kewibawaan dan kemuliaan pelakunya, baik di sisi Allah maupun di sisi manusia.
”Dan siapa yang dihinakan Allah,
maka tidak seorang pun yang memuliakannya” (Al Hajj: 18).
39.Kemaksiatan bisa memadamkan api
semangat yang membara yang terpendam di dalam hati. Seseorang bisa menjadi
pemalas,
hilang gairah hidup dan tidak memiliki semangat dalam kehidupan. Lihatlah
mereka yang berkubang dalam candu atau obat-obat terlarang. Tidak tampak
kegairahan hidup, justru mereka semakin lari dari kenyataan hidup.
40.Kemaksiatan dapat menghilangkan rasa
malu.
Apabila seseorang membiasakan diri dengan kemaksiatan, ia tidak lagi memiliki
rasa malu di hadapan Allah maupun di hadapan manusia. Pada awalnya ia melakukan
dengan bersembunyi, namun seiring hilangnya rasa malu, kemaksiatan pun nyata
ditampakkan.
Semoga
kita semua terhindar dari perbuatan dosa dan maksiat. Semoga Allah berikan
kekuatan kepada kita untuk berada dalam kebenaran dan kebaikan. Amin
Tidak ada komentar:
Posting Komentar