Agar lebih tekun dalam
ibadahnya, maka Rahib Barsiso tinggal di sebuah menara terpencil pada suatu
bukit. Kerjanya tidak ada selain dari waktu ke waktu kecuali sujud dan
berpuasa. Kesenangan duniawi seakan tidak dihiraukannya lagi.
Menyaksikan ketaatan
Rahib itu, iblis geger. Mereka mengadakan rapat untuk menghancurkan hamba Allah
yang khusuk itu. Rahib Barsiso harus disesatkan, itulah keputusan mereka.
Maka pada suatu hari
pergilah salah satu iblis dengan berpakaian jubah dan sorban. Mukanya bersih,
jalannya nenunduk. Di tangannya tidak lepas seuntai biji-biji tasbih yang
senantiasa diputarnya dengan komat-kamit.
Iblis berjubah itu
datang ke tempat Rahib Barsiso. Dengan sopan ia mengetuk pintu serta
mengucapkan salam. Rahib Barsiso tergopoh-gopoh menjaawab lalu membukakan
pintu.
“Permisi,” kata
iblis, “Saya sengaja datang hendak belajar ibadah kepada tuan “
Dengan senang hati
Rahib Barsiso mempersilahkan laki-laki berjubah itu masuk. Mulai saat itu juga
Rahib menuntun iblis yang menyamar itu ke dalam untuk beribadah. Rahib Barsiso
sangat gembira melihat muridnya yang amat pandai dan sungguh-sungguh. Ibadahnya
makin lama makin baik. Bahkan hingga akhirnya melebihi ketaatan Rahib Barsiso
sendiri.
Melihat hal ini Rahib
itu heran, sampai dia malah yang mencontoh caa-cara ibadah laki-laki muridnya
tersebut. Rahib Barsiso lantas berkata. “saya rasa, semenjak engkau belajar
beberapa minggu yang lalu, amal dan ilmumu sudah jauh melampau kemampuanku.”
“itu semata-mata
karena bimbingan tuan.” Jawab iblis merendahkan diri.
“Tapi saya ingin
sekuat engkau dalam beribadah.”
“Ah, itu gampang,
saya punya mantra serba guna,” jawab iblis seraya mengajarkan bunyi mantra itu.
“mantera ini juga bisa menyembuhkan orang sakit.”
“Kalau begitu saya
tidak mau, saya kuatir akan membuat diri saya menjadi takabur dan pamrih.”
“Kalau sekedar tahu
saja kan tidak apa-apa,” jawab iblis mendesak.
Setelah itu, maka
pergilah iblis. Sebelum berangkat, diciumnya tangan Rahib Barsiso sambil
menangis. Rahib itu mengantarkan higga ke pintu. Begitu masuk kembali rahib tsb
merasa sangat heran kenapa mantera yang diajarkan oleh muridnya i itu sangat
mudah dihafal. Ia tidak tahu bahwa lelaki itu adalah iblis, dan setiap ajaran
iblis sangat enak dan menguntungkan hawa nafsu.
Sementara itu, dalam
perjalanannya iblis menyebarkan penyakit di kampong-kampung. Semua yang sakit
disembuhkannya, kecuali satu atau dua orang. Terhadap yang tidak sembuh ini, ia
mengatakan satu-satunya tabib yang dapat mengobati adalah Rahib Barsiso yang
tinggal di menara terpencil itu. Mereka bawa yang sakit itu ke sana, tapi rahib
Barsiso menolak karena takut mempengaruhi wataknya berubah jadi sombong dan
senang dipuji.
Menemukan siasat
liciknya gagal melulu,dasar iblis bukannya putus asa. Ia datang ke ibukota
kerajaan. Disebarkannya penyakit kudis yang bernanah. Seluruh penduduk
terjangkit, sampai kepada raja dan keluarganya. Kembali iblis berlagak jadi
tabib suci dan disembuhkannya semua orang tanpa membayar. Akhirnya ia dipanggil
ke istana. Raja dan para puteranya minta diobati. Dengan kelihaiannya semua
penghuni istana sembuh seperti sediakala, tinggal puteri bungsu raja yang
paling cantik dan paling dicintai. Sudah beberapa hari diobati tapi kudisnya
makin bernanah dan berbau busuk. Raja sangat cemas dan iblis menyerah.
“Ampun paduka, saya
tidak sanggup lagi,” kata iblis.
Raja sangat
sedih, “Apakah puteri kesayanganku ini
akan menjadi korban?”
“Masih ada harapan
paduka,” Raja tampak gembira. Iblis meneruskan, “di sebuah menara terpencil pada
suatu bukit tinggallah seorang rahib bernama Barsiso. Dialah yang sanggup
menyembuhkan penyakit tuan puteri. Cuma dia orangnya berpendirian kuat, tidak
mau menunjukkan kesaktiannya.”
“ Jadi……,” desak raja
kecewa, “kita harus pakai siasat. Antarkan tuan puteri kesana, dan tinggalkan
di kamarnya.”
Demi kepentingan
puteri kecintaannya, raja menuruti nasehat ini. Tuan puteri diantarkan ke
tempat rahib Barsiso lalu dimasukkan ke dalam kamarnya, meskipun orang alim itu
menolak dengan keras. Setelah itu raja dan para punggawa bertolak pulang.
Adapun rahib Barsiso
sesudah gadis itu berada di tempatnya merasa terganggu ibadahnya. Maka mau
tidak mau terpaksa berbicara dengan putri tersebut sambil berkata dengan muka
cemberut, “Aku akan obati kamu, tapi setelah itu kamu harus pergi segera.”
Puteri itu
mengangguk. Rahib Barsiso lantas membacakan mantera ajaran iblis itu. Heran.
Begitu selesai, tuan puteri sembuh kembali, bahkan kulitnya lebih mulus dan
mukanya tambah cantik bukan kepalang.
Rahib barsiso tergetar hatinya menyaksikan tubuh putih sang putri yang tidak
tertutup rapat itu. Cepat-cepat ia melengos, tapi seketika tuan puteri menjerit. “Tolong
pijitkan saya supaya bisa berdiri. Badan saya sakit sekali.”
Karena tuan puteri
merengek-rengek, terpaksalah rahib Barsiso menurut. Dipijatnya sekujur tubuh
gadis cantik itu. Merasakan daging yang lembut dan kulit yang begitu halus,
tumbuh birahi yang menggelegak. Apalagi iblis berbisik-bisik di hati orang alim
itu. Puteri itu pun karena seumur hidup belum pernah dijamah tangan laki-laki,
merasakan kenikmatan hingga meresap ke urat-urat syahwatnya. Akhirnya kedua
makhluk yang berbeda kelamin itu saling pijat memijat satu sama lain. Iblis
makin mengobarkan birahi mereka berdua. Maka tenggelamlah keduanya sampai
berbuat zina. Rontoklah keimanan dan keperawanan. Selamanya kesesatan adalah
puncak kenikmatan bagi orang-orang
sesat. Juga atas diri kedua manusia tersebut. Perbuatan itu diulang-ulang
hingga kesudahannya tuan putrid hamil.
Tiba pada kenyataan
ini rahib Barsiso ketakutan. Bayang-bayang malu, hukuman rajam dan siksaan
menghantuinya siang malam. Pada saat-saat itulah iblis berjubah muncul lagi.
rahib Barsiso cemberut saat menyambut kedatangannya dengan marah-marah, “Karena
kau berikan mantera itu kepadaku , maka sekarang aku menjadi begini. Puteri
Raja hamil karena perbuatanku. Kaulah penyebabnya.”
“Jangan panik tuan.
Saya bersedia menolong sebagai balas budi,” jawab iblis tenang.
“Betul? Bagaimana kau
bisa menolong?”
“Daripada tuan dapat
malu dan dihukum oleh raja, lebih baik tuan puteri kita bunuh saja.”
“Kurangajar!, itu
dosa besar,” kutuk rahib Barsiso dengan murka.
“Dosa bisa dihapus
dengan tobat, tapi malu? Kita bunuh saja dia, kalau raja menanyakan. Jawab saja
tuan puteri melarikan diri.”
Karena tidak melihat
jalan lain dan dibujuk terus-menerus, akhirnya rahib Barsiso menurut. Tuan
puteri dibunuh dan digotong berdua lalu dikubur. Tidak beberapa lama kemudian
raja mengirimkan utusan untuk menjemput tuan puteri. Dengan suara meyakinkan
rahib bercerita bahwa tuan puteri kabur selagi diobati. Mendengar kabar
tersebut. Raja amat murung, tapi mau apa lagi? kejadian sudah begitu, dan Raja
mengira rahib Barsiso tidak bersalah sama sekali.
Suasana berkabung
meliputi istana, namun kegembiraan memenuhi hati rahib Barsiso. Ia merasa aman.
Ketika itulah iblis muncul dan mendatangi kedua putera raja dalam mimpi disaat
tidur. Melalui mimpi itu diungkapkan suatu rahasia besar, yakni tuan puteri
dibunuh Rahib Barsiso sesudah dihamilinya. Tempat jenazahnya dikubur juga
diberitahu.
Pagi-pagi mereka
bangun. Karena mimpi keduanya sama, tergesa-gesa mereka meloncat ke punggung
kuda dan berangkat ke tempat yang ditunjukkan iblis itu. Sampai di sana mereka
mendapati seonggok tanah yang masih merah dan sepotong kain yang terjurai
keluar. Kain itu memang sengaja ditarik oleh si iblis pada waktu menguburkan
tuan puteri.
Sambil marah bukan
main mereka mendatangi Rahib Barsiso dan menyeretnya ke ibukota tanpa ditanya
lagi. yang seorang menggendong jenazah adiknya. Melihat kejadian itu raja
dengan murkanya memerintahkan agar Rahib Barsiso dihukum picis sampai mati.
Di tiang salibnya
Rahib Barsiso menangis tersedu. Ia menangis bukan karena kesakitan tetapi ia
menangis karena memyesal dan minta ampunan kepada Tuhan. Menyaksikan hal itu
iblis belum merasa puas. Kerjanya akan sia-sia jika hamba yang disesatkannya
itu bertobat juga menjelang mati. Maka ia mendatangi rahib Barsiso di tempat
kisosnya.
“Tuan, ijinkanlah
saya menolong,” katanya.
“Rahib Barsiso
menatap putus asa dan menjawab, biarlah saya mati dalam tobat,”
“Tapi senangkah tuan
jika tobat itu sia-sia?” tukas iblis.
“Maksudmu?”
“Tidak mungkin dosa
yang begitu besar diampuni dengan taubat menjelang mati. Saya bisa melepaskan
dan menyembuhkan tuan. Sesudah itu tuan akan hidup dan berumur panjang. Dalam
umur panjang itulah tuan akan bertaubat dan beribadah dua kali lebih tekun
daripada sebelumnya.”
“Kamu tidak bohong?”
Tanya Rahib Barsiso yang mulai tergiur.
“Saya kan tidak
pernah bohong. Ucapkanlah tiga kata pendek saja. Saya menyembah iblis. Nanti
urusan akan beres.”
“Murtad, murtad. Itu
kafir. Pergi kamu!.”
“Tuan jangan bodoh,
hanya begitu saja, kemudian tuan bisa hidup dua ratus tahun, pasti seluruh dosa
akan diampuni oleh Tuhan.”
Rahib Barsiso
termenung sebentar. Akhirnya ia menurut. Dengan mulut gemetar ia berkata, “saya
menyembah iblis.”
Maka tepat pada detik itu pula iblis membisikkan
sesuatu pada algojo, lalu algojo melemparkan tombak tepat dileher Rahib Barsiso
sampai mati. Tewaslah orang alim yang hidup pada zaman bani Israil itu dengan
dibebani dosa-dosa besar akibat rayuan sang iblis
Tidak ada komentar:
Posting Komentar