Jumat, 26 Oktober 2012

RAYUAN SANG PENGGODA



RAYUAN  SANG
 P.E.N.G.G.O.D.A
Agar lebih tekun dalam ibadahnya, maka Rahib Barsiso tinggal di sebuah menara terpencil pada suatu bukit. Kerjanya tidak ada selain dari waktu ke waktu kecuali sujud dan berpuasa. Kesenangan duniawi seakan tidak dihiraukannya lagi.
Menyaksikan ketaatan Rahib itu, iblis geger. Mereka mengadakan rapat untuk menghancurkan hamba Allah yang khusuk itu. Rahib Barsiso harus disesatkan, itulah keputusan mereka.
Maka pada suatu hari pergilah salah satu iblis dengan berpakaian jubah dan sorban. Mukanya bersih, jalannya nenunduk. Di tangannya tidak lepas seuntai biji-biji tasbih yang senantiasa diputarnya dengan komat-kamit.
Iblis berjubah itu datang ke tempat Rahib Barsiso. Dengan sopan ia mengetuk pintu serta mengucapkan salam. Rahib Barsiso tergopoh-gopoh menjaawab lalu membukakan pintu.
“Permisi,” kata iblis, “Saya sengaja datang hendak belajar ibadah kepada tuan “
Dengan senang hati Rahib Barsiso mempersilahkan laki-laki berjubah itu masuk. Mulai saat itu juga Rahib menuntun iblis yang menyamar itu ke dalam untuk beribadah. Rahib Barsiso sangat gembira melihat muridnya yang amat pandai dan sungguh-sungguh. Ibadahnya makin lama makin baik. Bahkan hingga akhirnya melebihi ketaatan Rahib Barsiso sendiri.

Melihat hal ini Rahib itu heran, sampai dia malah yang mencontoh caa-cara ibadah laki-laki muridnya tersebut. Rahib Barsiso lantas berkata. “saya rasa, semenjak engkau belajar beberapa minggu yang lalu, amal dan ilmumu sudah jauh melampau kemampuanku.”
“itu semata-mata karena bimbingan tuan.” Jawab iblis merendahkan diri.
“Tapi saya ingin sekuat engkau dalam beribadah.”
“Ah, itu gampang, saya punya mantra serba guna,” jawab iblis seraya mengajarkan bunyi mantra itu. “mantera ini juga bisa menyembuhkan orang sakit.”
“Kalau begitu saya tidak mau, saya kuatir akan membuat diri saya menjadi takabur dan pamrih.”
“Kalau sekedar tahu saja kan tidak apa-apa,” jawab iblis mendesak.
Setelah itu, maka pergilah iblis. Sebelum berangkat, diciumnya tangan Rahib Barsiso sambil menangis. Rahib itu mengantarkan higga ke pintu. Begitu masuk kembali rahib tsb merasa sangat heran kenapa mantera yang diajarkan oleh muridnya i itu sangat mudah dihafal. Ia tidak tahu bahwa lelaki itu adalah iblis, dan setiap ajaran iblis sangat enak dan menguntungkan hawa nafsu.
Sementara itu, dalam perjalanannya iblis menyebarkan penyakit di kampong-kampung. Semua yang sakit disembuhkannya, kecuali satu atau dua orang. Terhadap yang tidak sembuh ini, ia mengatakan satu-satunya tabib yang dapat mengobati adalah Rahib Barsiso yang tinggal di menara terpencil itu. Mereka bawa yang sakit itu ke sana, tapi rahib Barsiso menolak karena takut mempengaruhi wataknya berubah jadi sombong dan senang dipuji.
Menemukan siasat liciknya gagal melulu,dasar iblis bukannya putus asa. Ia datang ke ibukota kerajaan. Disebarkannya penyakit kudis yang bernanah. Seluruh penduduk terjangkit, sampai kepada raja dan keluarganya. Kembali iblis berlagak jadi tabib suci dan disembuhkannya semua orang tanpa membayar. Akhirnya ia dipanggil ke istana. Raja dan para puteranya minta diobati. Dengan kelihaiannya semua penghuni istana sembuh seperti sediakala, tinggal puteri bungsu raja yang paling cantik dan paling dicintai. Sudah beberapa hari diobati tapi kudisnya makin bernanah dan berbau busuk. Raja sangat cemas dan iblis menyerah.
“Ampun paduka, saya tidak sanggup lagi,” kata iblis.
Raja sangat sedih,  “Apakah puteri kesayanganku ini akan menjadi korban?”
“Masih ada harapan paduka,” Raja tampak gembira. Iblis meneruskan, “di sebuah menara terpencil pada suatu bukit tinggallah seorang rahib bernama Barsiso. Dialah yang sanggup menyembuhkan penyakit tuan puteri. Cuma dia orangnya berpendirian kuat, tidak mau menunjukkan kesaktiannya.”
“ Jadi……,” desak raja kecewa, “kita harus pakai siasat. Antarkan tuan puteri kesana, dan tinggalkan di kamarnya.”

Demi kepentingan puteri kecintaannya, raja menuruti nasehat ini. Tuan puteri diantarkan ke tempat rahib Barsiso lalu dimasukkan ke dalam kamarnya, meskipun orang alim itu menolak dengan keras. Setelah itu raja dan para punggawa bertolak pulang.
Adapun rahib Barsiso sesudah gadis itu berada di tempatnya merasa terganggu ibadahnya. Maka mau tidak mau terpaksa berbicara dengan putri tersebut sambil berkata dengan muka cemberut, “Aku akan obati kamu, tapi setelah itu kamu harus pergi segera.”
Puteri itu mengangguk. Rahib Barsiso lantas membacakan mantera ajaran iblis itu. Heran. Begitu selesai, tuan puteri sembuh kembali, bahkan kulitnya lebih mulus dan mukanya tambah  cantik bukan kepalang. Rahib barsiso tergetar hatinya menyaksikan tubuh putih sang putri yang tidak tertutup rapat itu. Cepat-cepat ia melengos, tapi  seketika tuan puteri menjerit. “Tolong pijitkan saya supaya bisa berdiri. Badan saya sakit sekali.”
Karena tuan puteri merengek-rengek, terpaksalah rahib Barsiso menurut. Dipijatnya sekujur tubuh gadis cantik itu. Merasakan daging yang lembut dan kulit yang begitu halus, tumbuh birahi yang menggelegak. Apalagi iblis berbisik-bisik di hati orang alim itu. Puteri itu pun karena seumur hidup belum pernah dijamah tangan laki-laki, merasakan kenikmatan hingga meresap ke urat-urat syahwatnya. Akhirnya kedua makhluk yang berbeda kelamin itu saling pijat memijat satu sama lain. Iblis makin mengobarkan birahi mereka berdua. Maka tenggelamlah keduanya sampai berbuat zina. Rontoklah keimanan dan keperawanan. Selamanya kesesatan adalah puncak  kenikmatan bagi orang-orang sesat. Juga atas diri kedua manusia tersebut. Perbuatan itu diulang-ulang hingga kesudahannya tuan putrid hamil.
Tiba pada kenyataan ini rahib Barsiso ketakutan. Bayang-bayang malu, hukuman rajam dan siksaan menghantuinya siang malam. Pada saat-saat itulah iblis berjubah muncul lagi. rahib Barsiso cemberut saat menyambut kedatangannya dengan marah-marah, “Karena kau berikan mantera itu kepadaku , maka sekarang aku menjadi begini. Puteri Raja hamil karena perbuatanku. Kaulah penyebabnya.”
“Jangan panik tuan. Saya bersedia menolong sebagai balas budi,” jawab iblis tenang.
“Betul? Bagaimana kau bisa menolong?”
“Daripada tuan dapat malu dan dihukum oleh raja, lebih baik tuan puteri kita bunuh saja.”
“Kurangajar!, itu dosa besar,” kutuk rahib Barsiso dengan murka.
“Dosa bisa dihapus dengan tobat, tapi malu? Kita bunuh saja dia, kalau raja menanyakan. Jawab saja tuan puteri melarikan diri.”
Karena tidak melihat jalan lain dan dibujuk terus-menerus, akhirnya rahib Barsiso menurut. Tuan puteri dibunuh dan digotong berdua lalu dikubur. Tidak beberapa lama kemudian raja mengirimkan utusan untuk menjemput tuan puteri. Dengan suara meyakinkan rahib bercerita bahwa tuan puteri kabur selagi diobati. Mendengar kabar tersebut. Raja amat murung, tapi mau apa lagi? kejadian sudah begitu, dan Raja mengira rahib Barsiso tidak bersalah sama sekali.
Suasana berkabung meliputi istana, namun kegembiraan memenuhi hati rahib Barsiso. Ia merasa aman. Ketika itulah iblis muncul dan mendatangi kedua putera raja dalam mimpi disaat tidur. Melalui mimpi itu diungkapkan suatu rahasia besar, yakni tuan puteri dibunuh Rahib Barsiso sesudah dihamilinya. Tempat jenazahnya dikubur juga diberitahu.
Pagi-pagi mereka bangun. Karena mimpi keduanya sama, tergesa-gesa mereka meloncat ke punggung kuda dan berangkat ke tempat yang ditunjukkan iblis itu. Sampai di sana mereka mendapati seonggok tanah yang masih merah dan sepotong kain yang terjurai keluar. Kain itu memang sengaja ditarik oleh si iblis pada waktu menguburkan tuan puteri.
Sambil marah bukan main mereka mendatangi Rahib Barsiso dan menyeretnya ke ibukota tanpa ditanya lagi. yang seorang menggendong jenazah adiknya. Melihat kejadian itu raja dengan murkanya memerintahkan agar Rahib Barsiso dihukum picis sampai mati.
Di tiang salibnya Rahib Barsiso menangis tersedu. Ia menangis bukan karena kesakitan tetapi ia menangis karena memyesal dan minta ampunan kepada Tuhan. Menyaksikan hal itu iblis belum merasa puas. Kerjanya akan sia-sia jika hamba yang disesatkannya itu bertobat juga menjelang mati. Maka ia mendatangi rahib Barsiso di tempat kisosnya.
“Tuan, ijinkanlah saya menolong,” katanya.
“Rahib Barsiso menatap putus asa dan menjawab, biarlah saya mati dalam tobat,”
“Tapi senangkah tuan jika tobat itu sia-sia?” tukas iblis.
“Maksudmu?”
“Tidak mungkin dosa yang begitu besar diampuni dengan taubat menjelang mati. Saya bisa melepaskan dan menyembuhkan tuan. Sesudah itu tuan akan hidup dan berumur panjang. Dalam umur panjang itulah tuan akan bertaubat dan beribadah dua kali lebih tekun daripada sebelumnya.”
“Kamu tidak bohong?” Tanya Rahib Barsiso yang mulai tergiur.
“Saya kan tidak pernah bohong. Ucapkanlah tiga kata pendek saja. Saya menyembah iblis. Nanti urusan akan beres.”
“Murtad, murtad. Itu kafir. Pergi kamu!.”
“Tuan jangan bodoh, hanya begitu saja, kemudian tuan bisa hidup dua ratus tahun, pasti seluruh dosa akan diampuni oleh Tuhan.”
Rahib Barsiso termenung sebentar. Akhirnya ia menurut. Dengan mulut gemetar ia berkata, “saya menyembah iblis.”
Maka tepat pada detik itu pula iblis membisikkan sesuatu pada algojo, lalu algojo melemparkan tombak tepat dileher Rahib Barsiso sampai mati. Tewaslah orang alim yang hidup pada zaman bani Israil itu dengan dibebani dosa-dosa besar akibat rayuan sang iblis


Tidak ada komentar:

Posting Komentar